DPRD Babel Gelar Rapat persiapan repatriasi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)

Bagikan

TopBabel.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengadakan Rapat Koordinasi yang berfokus pada persiapan repatriasi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) asal daerah tersebut. Pertemuan strategis ini berlangsung pada Senin (17/3/2025) pukul 13.00 WIB di Ruang Badan Musyawarah DPRD, dengan agenda utama membahas aspek teknis serta kebutuhan logistik guna menjamin kelancaran pemulangan para korban ke tanah kelahiran mereka.

Ketua DPRD Babel, Didit Srigusjaya, mengungkapkan bahwa jadwal repatriasi telah ditetapkan pada 18-19 Maret 2025. Setibanya di Jakarta, para korban akan melalui fase penyambutan dan pendampingan oleh sejumlah kementerian terkait, termasuk Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) serta Kementerian Hukum dan HAM. Setelah menjalani prosedur tersebut, mereka akan dipulangkan ke Bangka Belitung untuk kembali bersatu dengan keluarga masing-masing.

Didit menegaskan bahwa seluruh biaya pemulangan ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bangka Belitung, yang mencakup biaya transportasi dari Jakarta hingga ke Bangka Belitung. Sebagai langkah preventif, pihak DPRD telah melakukan koordinasi dengan maskapai penerbangan guna memastikan ketersediaan tiket bagi para korban beserta pendamping.

Berdasarkan estimasi, total jumlah individu yang akan dipulangkan mencapai 75 orang, dengan anggaran yang telah dialokasikan mencapai Rp160 juta. Dana ini tidak hanya mencakup tiket penerbangan, tetapi juga mendanai keberangkatan tim pendamping dari Dinas Sosial serta Dinas Tenaga Kerja yang akan memastikan kesejahteraan para korban selama perjalanan.

Dalam pernyataannya, Didit menekankan bahwa prioritas utama pemerintah daerah adalah menjamin keselamatan serta pemulihan kondisi mental para korban, bukan sekadar mencari pihak yang harus disalahkan. Oleh karena itu, pendampingan psikologis serta edukasi menjadi bagian integral dalam proses rehabilitasi, terutama bagi 15 perempuan yang turut menjadi korban perdagangan manusia ini.

“Saya benar-benar terkejut saat mengetahui bahwa ada 15 perempuan yang turut menjadi korban. Karena itu, setelah proses pemulangan ini, kita harus segera memberikan pendampingan psikologis dan edukasi bagi mereka. Hal ini krusial agar mereka memiliki pemahaman lebih baik mengenai risiko bekerja di luar negeri melalui jalur tidak resmi,” tegas Didit.

Lebih lanjut, ia menggarisbawahi pentingnya sinergi antara pemerintah daerah dan pusat dalam membuka akses yang lebih luas terhadap peluang kerja legal di luar negeri. Ia menyadari bahwa banyak warga Bangka Belitung yang berangkat ke luar negeri dengan harapan meningkatkan taraf hidup keluarga, namun justru terjebak dalam situasi yang penuh ketidakpastian dan eksploitasi.

Dengan adanya informasi yang lebih jelas serta mekanisme perlindungan tenaga kerja yang lebih ketat, diharapkan kejadian serupa dapat diminimalisir di masa mendatang.

Mengenai proses hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam praktik perdagangan manusia ini, Didit menegaskan bahwa hal tersebut merupakan ranah aparat kepolisian. DPRD, katanya, tidak memiliki kewenangan dalam proses penindakan hukum, tetapi tetap memberikan dukungan penuh terhadap upaya pemberantasan jaringan perdagangan manusia yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.

“Kalau berbicara soal penindakan terhadap para pelaku, itu merupakan kewenangan kepolisian. DPRD lebih berfokus pada aspek pemulangan serta pendampingan korban agar mereka bisa kembali ke lingkungan keluarga dan membangun kehidupan yang lebih baik,” tambahnya.

Melalui langkah-langkah ini, pemerintah daerah berharap bahwa proses pemulangan korban TPPO dapat berjalan tanpa hambatan serta menjadi momentum awal dalam pencegahan kasus serupa di masa yang akan datang. DPRD juga berkomitmen untuk terus melakukan pengawasan serta mendorong kebijakan yang lebih proaktif dalam melindungi warga Bangka Belitung dari ancaman perdagangan manusia. (*)