Refleksi Benchmarking Kepala Desa Indonesia di bidangPembangunan Pertanian dan Perdesaan.
Oleh : Sugito *)
Awal bulan lalu, tepatnya tanggl 30 Oktober sampai dengan 5 Nopember 2025, saya mendampingi kunjungan benchmarking 22 kepala desa perwakilan dari berbagai daerah di Indonesia ke Republik Rakyat Tiongkok untuk melihat secara langsung dan belajar mengenai strategi pembangunan pertanian dan perdesaan. Kegiatan ini merupakan rangkaian Kerjasama Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dengan Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta. Melalui rangkaian kunjungan ke Kementerian Pertanian dan Urusan Perdesaan (Ministry of Agriculture and Rural Affairs/MARA), Perusahaan Unggas Yukou, Distrik Pinggu, Science and Technology Courtyard Xifanfezhuang, Desa Shixia (Beijing), dan dilanjutkan ke Provinsi Shandong dengan kunjungan ke Taman Kemakmuran Bersama Pertanian Modern Jidu, Desa Cuilingxi, Desa Wali, Desa Yangjiabu dan Desa Nanshan, dapatdilihatberbagaipraktekbaik yang menunjukkan keberhasilan Tiongkok dalam mengintegrasikan kebijakan pertanian, inovasiteknologi dan pembangunan ekonomi desa.
Benchmarking ini merupakan yang ke lima sejaktahun 2019, (dengan lokus tujuan yang berbeda-beda), tidak semata menjadi kegiatan seremonial atausekedar kunjungan, melainkan sebagai upaya proses policy learning yang strategis.
Tiongkok sebagai negara dengan populasi terbesar di dunia, telah berhasil mengentaskan kemiskinan dan saat ini sedang mengubah wajah desa melalui revitalisasi perdesaan dengan kebijakan Rural Revitalization Strategy, yakni strategi revitalisasi perdesaan yang bertumpu pada industrialisasi pertanian, penguatan kelembagaan desa dan kesejahteraan kolektif. Dengan latarbelakang kesamaan karakteragraris, pembelajaran ini menjadi sangat relevan bagi Indonesia dalam memperkuat arah kebijakan pembangunan desa dan dana desa yang berkelanjutan di tingkat lokal.
Tata kelola Pembangunan PerdesaandiTiongkok : Integrasi Pusat dan Desa.
Ketika bertemu dan mendapatkan penjelasan dari Wakil Menteri MARA dan Pejabat setingkat Direktur Jenderal saat berkunjung ke Kantor Kementerian tersebut, menyatakan bahwa Kementerian MARA merupakan lembaga pengarah utama kebijakan pembangunan pertanian dan desa. MARA memiliki mandat untuk memastikan setiap kebijakan nasional dapat diterjemahkan secara operasional hingga tingkat desa. Seluruh streategi pembangunan perdesaaan bertumpu pada kebijakanmakro “Rural Revitalization Strategy” yang telah mulai dilaksanakan sejak tahun 2018.
Strategi ini berlandaskan pada lima prinsip utama yaitu penguatan industri pertanian, peningkatan kualitas lingkungan hidup desa, revitalisasi budaya, tata kelola pemerintahan desa yang efektif, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Lima prinsipi ni yang kemudian dipedomani sampa itingkat operasionalisasi di desa, sehingga saling terkait dan menguatkanserta terintegrasi.
Dari MARA dapat diambil pelajaran bahwa keberhasilan pembangunan desa di China sangat bergantung pada integrasi vertikal kebijakan yakni dari tingkat pusat, provinsi hingga pemerintahan desa. Seluruh kebijakan baik yang bersifat teknis maupun opersional memiliki arah yang sama, menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan ekonomi nasional. Desa tidak lagi dipandang sebagai obyek atau entitas yang pasif, melainkan sebagai unit ekonomi yang produktif dan menjadi basis common prosperity atau kemakmuran bersama.
ModernisasiPertanian dan Sinergi Industri-Desa
Ketika berkunjungke Perusahaan Yukou Poultry Company,kitadapatmengambilpengetahuan dan pembelajarantentang model industrialisasipertanianterintegrasiantarasektorswasta dan desa. Perusahaan Yukouberperansebagaiofftaker yang menyediakanteknologi, bibitunggas, dan system distribusi modern bagipeternakdesa dan mitra.
Hubungan antara Perusahaan dan masyarakat desa bersifat mutualistik yaitu Perusahaan memperoleh suplai stabil, sementara petani memperoleh transfer teknologi, pelatihan dan akses pasar. Model Yukou in imenggambarkan prinsip agroindustrial symbiosis, dimana pembangunan industry tidak mematikan pertanian rakyat, melainkan meningkatkan produktivitasnya melalui kemitraan berbasis keadilan ekonomi. Pola ini bisa menjadicontohbagi Indonesia terutama ketika menghadapi kesenjangan antara korporasi besar dengan petani kecil.



