Makna Merdeka Bagi Desa: Refleksi 80 Tahun Kemerdekaan RI Dalam Pusaran Pembangunan, Kemiskinan, Dan Kemandirian

Bagikan

Oleh : Sugito *)

Beberapa hari kedepan, kita  akan  memperingati ke-80 tahun kemerdekaan RI. Delapan dekade bukan waktu yang singkat  untuk perjalanan sebuah bangsa dalam memaknai arti “merdeka”.  Karena merdeka sejatinya adalah cita-cita luhur para pendiri bangsa untuk mengantarkan rakyat Indonesia yang adil, makmur  dan sejahtera, hidup yang damai dalam keadilan. Karenanya setiap kebijakan negara diarahkan untuk mewujudkan cita-cita bersama.

Pada tahun ini juga merupakan satu dasa warsa implementasi Undang-undang Nomor 6 tahun 2014. Juga tahun pertama RPJMN periode 2025-2029 di era kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo Subianto. Asta Cita ke-6 yang kemudian menjadi program  prioritas nasional, yakni membangun dari desa dan dari bawah untuk pertumbuhan dan pemerataaan ekonomi serta pemberantasan kemiskinan menunjukkan komitmen Pemerintah dalam membangun Desa. Desa-desa yang tersebar seluruh pelosok negeri merupakan pondasi dalam membangun negeri ini. Desa bukan sekadar entitas administratif terkecil dalam sistem pemerintahan Indonesia. Desa adalah garda terdepan dalam berbangsa, tempat  lahirnya nilai-nilai luhur dan budaya, tempat ketahanan pangan dibangun, dan tempat masa depan bangsa dipertaruhkan. Maka, dalam menyambut usia 80 tahun Indonesia merdeka, kita perlu menggali lebih dalam: apa arti kemerdekaan bagi desa? Bagaimana desa dapat menjadi entitas yang benar-benar merdeka dari kemiskinan, ketergantungan, dan ketidakadilan? Bagaimana pembangunan desa mampu mewujudkan kemandirian, bukan ketergantungan baru.

Makna Kemerdekaan yang Substantif: Bebas dari Kemiskinan Struktural di Desa

Presiden pertama RI pernah mengatakan : “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”. Kalimat ini relevan ketika kita melihat kenyataan bahwa kemiskinan di desa masih menjadi masalah serius meski berbagai program telah digelontorkan.Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa hingga tahun 2024, lebih dari 13 juta penduduk miskin di desa. Dari jumlah desa  75.266 desa (Kepmendagri No.300.2.2-2138 tahun 2025), masih terdapat desa tidak dialiri listrik 3.246  desa dan desa sulit mengakses internet  ada 22.544 desa (IDM 2024 dan Podes 2024). Namun jika dilihat dari tingkat perkembangan desa mengalami peningkatan yang signifikan.  Pada tahun 2015 Desa mandiri hanya 174 desa dan pada tahun 2024 meningkat menjadi 17.203 desa. Hal ini diikuti juga perkembangan desa dengan kategori maju dari 3.608 desa pada tahun 2015 menjadi 23.063 desa pada tahun 2024. Berikutnya desa yang berkembang dari 22.882 tahun 2015, menjadi 24.532 desa pada tahun 2024. Gambaran  menggembirakan jugaterjadinya  penurunan yang signifikan dari desa yang tertinggal dan sangat tertinggal ;  dari 33.592 dan 13.453 pada tahun 2015, turun menjadi 6.100 dan 4.363 pada tahun 2024 (Indek Desa Membangun  Tahun 2024).

Selain keberhasilan dalam meningkatkan status desa, tentu kondisi kemiskinan ini menjadi sinyal bahwa masih perlunya strategi yang komprehensif dalam  membangun desa. Kemerdekaan substantif bagi desa bukanlah soal pengibaran bendera atau lomba agustusan. Kemerdekaan sejati bagi desa adalah bebas dari kemiskinan struktural – kondisi kemiskinan yang diwariskan oleh kebijakan yang tidak berpihak, ketimpangan akses terhadap sumber daya, dan ketidakadilan dalam distribusi pembangunan-. Merdeka bagi desa berarti merdeka dari kemiskinan. Untuk itu, perlu reformulasi  kebijakan yang bukan hanya melihat desa sebagai objek pembangunan, tapi sebagai subjek yang aktif, berdaulat, dan memiliki kesetaraan.Jika setelah 80 tahun merdeka, sebagian besar penduduk miskin Indonesia masih berada  di desa, maka perlu reorientasi dan langkah konkrit dalam  keberpihakan arah pembangunan nasional.

Bacaan Lainnya

Desa dan Ketimpangan Pembangunan: Mencari Keadilan dalam Arsitektur Negara

Bung Hatta dalam pandangannya tentang desa, mengatakan bahwa Indonesia tidak akan besar karena obor di Jakarta, tapi Indonesia akan bercahaya karena lilin-lilin di Desa. Pernyataan ini memberikan makna bahwa kekuatan dan kemajuan Indonesia sesungguhnya berasal dari desasebagai basis kehidupan masyarakat dan pusat ekonomi kerakyatan, bukan hanya dari kota-kota besar seperti Jakarta. Desa menjadi pondasi penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Pentingnya pembagunan ekonomi desa yang rasional dan konkrit supaya desa dapat terhubung dengan kota secara resiprokal (saling menguatkan)  dan ikut berperan dalam kemajuan bangsa

Pos terkait