TopBabel.com – Pada Sabtu malam, 8 Februari 2025, terjadi insiden yang menjadi perhatian publik ketika sejumlah awak media tidak diperkenankan melakukan peliputan dalam acara silaturahmi antara Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi, serta Kejaksaan Negeri se-Provinsi Bangka Belitung dengan Penjabat (Pj) Wali Kota Pangkalpinang. Acara tersebut digelar di Rumah Dinas Wali Kota Pangkalpinang, yang seharusnya menjadi agenda penting dalam hubungan kelembagaan di tingkat daerah.
Namun, ketika jurnalis berupaya mengabadikan momen tersebut, mereka diingatkan oleh pihak Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Sekretariat Daerah (Setda) Kota Pangkalpinang. Mereka menyatakan bahwa acara ini bersifat tertutup dan hanya diperuntukkan bagi keluarga.
Menurut keterangan resmi dari perwakilan Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Kota Pangkalpinang, mereka hanya menjalankan tugas berdasarkan arahan dari pihak yang berwenang.
“Itu acara intern, tidak boleh diliput. Itu permintaan pihak sebelah, kami hanya melaksanakan tugas,” ujar perwakilan dari Bagian Protokol.
Pernyataan ini menimbulkan tanda tanya bagi awak media yang merasa bahwa acara tersebut merupakan agenda resmi dan bukan semata-mata pertemuan keluarga.
Tidak puas dengan larangan tersebut, para jurnalis kemudian mencoba mengonfirmasi langsung kepada Sekretaris Daerah Kota Pangkalpinang, Mie Go, yang turut menghadiri acara tersebut. Namun, jawaban yang diterima tetap tidak memberikan kejelasan lebih lanjut.
“Hanya acara silaturahmi keluarga. Tanya Dimas aja (Kabag Protokol),” ujar Mie Go singkat kepada awak media.
Jawaban ini semakin memperkuat dugaan bahwa ada kebijakan internal yang membatasi liputan media dalam agenda tersebut.
Ketika dikonfirmasi lebih lanjut, Kepala Bagian Protokol Setda Kota Pangkalpinang, Mashur Samsuri, menegaskan bahwa acara tersebut memang bersifat pribadi dan tidak ada sesi khusus yang boleh diliput oleh media.
“Memang acara tersebut dimasukkan Bapak (Pj Wali Kota) dalam agenda resmi, tetapi ini acara keluarga. Kebetulan besan Bapak hadir dan tidak boleh diliput. Itu sudah ditentukan sama mereka, kami (protokol) hanya menjalankan perintah,” ujarnya melalui sambungan telepon.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa walaupun acara tersebut masuk dalam agenda resmi, pertemuan ini lebih bersifat jamuan makan malam.
“Memang dimasukkan dalam agenda karena ini tamu resmi. Tetapi karena ini acara keluarga, Bapak hanya mengajak makan malam saja dan tidak ada sambutan resmi ataupun agenda lain,” tambahnya.
Larangan peliputan terhadap acara yang berkaitan dengan lembaga negara menimbulkan berbagai pertanyaan di kalangan media. Pasalnya, acara ini melibatkan institusi kejaksaan yang memiliki peran penting dalam penegakan hukum, serta kepala daerah yang memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat.
Penting untuk dicatat bahwa keterbukaan informasi publik merupakan bagian dari prinsip pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Media memiliki peran krusial dalam memastikan bahwa masyarakat mendapatkan informasi yang tepat mengenai kebijakan dan kegiatan pejabat publik.
Insiden ini juga memunculkan kekhawatiran terhadap kebebasan pers di daerah. Hak wartawan untuk meliput acara publik dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Jika suatu acara melibatkan institusi negara, maka larangan liputan seharusnya memiliki dasar hukum yang jelas dan bukan sekadar kebijakan internal.
Larangan terhadap awak media dalam peliputan acara silaturahmi antara Kejaksaan dan Pj Wali Kota Pangkalpinang menimbulkan berbagai tanda tanya mengenai batasan akses informasi publik dan kebebasan pers. Meski pihak protokol menyatakan bahwa acara ini bersifat pribadi, pertanyaan tetap muncul mengenai mengapa acara yang masuk dalam agenda resmi tidak boleh diliput oleh media.
Di era keterbukaan informasi saat ini, kebijakan seperti ini dapat menjadi preseden buruk bagi transparansi pemerintahan dan kebebasan pers di tingkat daerah. Media sebagai pilar demokrasi memiliki hak untuk mendapatkan dan menyebarkan informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik.(*)