Terdapat tiga strategi utama yang dapat menjadi fondasi penguatan arah tersebut.
Pertama, memperkuat industri pengolahan lokal. Hasil kelapa, karet, ikan laut, dan lada sebagian besar masih dijual dalam bentuk mentah. Nilai tambah berpindah ke luar daerah. Dengan membangun ekosistem industri—yakni keterkaitan antara petani atau nelayan, pabrik pengolah, distributor, pelatihan tenaga kerja, pembiayaan, dan kebijakan—pengolahan dapat dilakukan di dalam daerah. Pendalaman industri menjadi memungkinkan ketika proses dari bahan mentah hingga produk jadi dikendalikan di wilayah sendiri.
Dalam pendekatan klasik, langkah seperti ini dianggap bertentangan dengan efisiensi. Teori keunggulan komparatif menyarankan agar daerah cukup memproduksi komoditas yang paling murah dibuat, kemudian membeli sisanya dari luar. Namun, pendekatan tersebut tidak menjawab tantangan pembangunan jangka panjang. Ketergantungan pada ekspor bahan mentah menyebabkan daerah rentan terhadap gejolak harga global dan kehilangan nilai tambah.
Alternatif yang lebih strategis adalah membangun keunggulan kompetitif jangka panjang. Keunggulan ini bukan ditentukan oleh apa yang dimiliki secara alami, melainkan oleh kapasitas yang dibangun: penguasaan teknologi, efisiensi produksi, kualitas tenaga kerja, dan kekuatan pasar. Daerah yang mampu menciptakan nilai dari kemampuan sendiri akan memiliki posisi tawar yang lebih kuat.
Kedua, memperbaiki infrastruktur dan konektivitas. Pertumbuhan industri dan perdagangan memerlukan jalan produksi yang layak, pelabuhan yang efisien, serta sistem logistik dan digital yang terhubung. Tanpa dukungan infrastruktur, biaya distribusi tetap tinggi dan daya saing sulit ditingkatkan.
Ketiga, menyiapkan sumber daya manusia. Pergeseran sektor membutuhkan keterampilan baru. Pendidikan vokasi dan pelatihan kerja perlu diselaraskan dengan kebutuhan industri lokal. Kolaborasi antara dunia pendidikan, pelaku usaha, dan pemerintah sangat diperlukan agar tenaga kerja siap menghadapi transformasi ekonomi.
Selain itu, sektor pariwisata memiliki peluang besar untuk dikembangkan lebih serius. Kabupaten Bangka memiliki daya tarik yang kuat: pantai-pantai berpasir putih, formasi batu granit yang khas, budaya Tionghoa–Melayu, serta sejarah pertambangan yang unik. Namun, sektor ini belum memberikan kontribusi optimal. Rata-rata lama tinggal wisatawan masih rendah, infrastruktur belum merata, dan promosi destinasi masih terbatas. Pengembangan pariwisata dapat diintegrasikan dengan UMKM, ekonomi kreatif, serta pelatihan SDM di bidang hospitality. Ketika dikelola secara sistemik, pariwisata berpotensi menjadi penggerak ekonomi berbasis masyarakat.
Semua langkah ini bukan sekadar idealisme. Kabupaten Bangka telah memiliki banyak modal awal: sumber daya alam yang tersedia, masyarakat yang produktif, infrastruktur dasar yang memadai, serta potensi budaya yang khas. Industri kecil-menengah telah tumbuh, dan tinggal diperkuat kapasitas serta skalanya.
Yang dibutuhkan adalah keberanian untuk menentukan arah pembangunan secara tegas. Pertumbuhan ekonomi yang hanya terjadi secara angka tidak akan menciptakan ketahanan jangka panjang. Tanpa arah yang jelas, pertumbuhan bisa lebar namun dangkal.
Perekonomian Bangka telah bergerak meninggalkan ketergantungan pada sektor tambang. Agar pertumbuhan berikutnya benar-benar kokoh, struktur ekonomi perlu dibangun dari kekuatan sendiri—melalui produksi, pengolahan, pariwisata, dan penguatan kapasitas manusia lokal. Masa depan ekonomi tidak bisa terus bergantung pada apa yang bisa diambil dari tanah, melainkan pada nilai yang mampu diciptakan secara mandiri.
*Catatan redaksi: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili institusi tempatnya bekerja.*
Ekonomi Bangka Bergerak, Harus Punya Arah yang Tegas
