Ditulis: Yusuf Raihan Malik
Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
menghadapi tantangan serius terkait kestabilan harga pangan. Fluktuasi harga komoditas pokok,
naiknya biaya distribusi antar-pulau, dan ketergantungan yang tinggi terhadap bahan baku yang
sebagian besar didatangkan dari luar daerah telah memberikan tekanan pada daya beli
masyarakat. Situasi ini menunjukkan perlunya penguatan ketahanan pangan daerah melalui
pemanfaatan sumber daya lokal yang melimpah namun belum didayagunakan secara optimal.
Salah satu komoditas pertanian yang memiliki potensi besar untuk diolah menjadi produk
bernilai tambah adalah ubi kayu. Ubi kayu merupakan tanaman yang mudah dibudidayakan,
memiliki produktivitas tinggi, dan harganya relatif stabil serta terjangkau. Namun, selama ini
pemanfaatannya masih terbatas pada konsumsi langsung atau dijual sebagai bahan baku mentah
dengan nilai ekonomi rendah.
Di sisi lain, Bangka Belitung memiliki kekayaan kuliner yang sangat kuat secara budaya,
salah satunya adalah pempek, makanan yang menjadi bagian dari identitas masyarakat sehari-
hari. Namun, pempek konvensional seringkali bergantung pada ikan dengan harga tinggi seperti
tenggiri, sehingga tidak selalu terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama ketika
terjadi kenaikan harga ikan laut.
Dalam konteks itulah muncul gagasan inovatif untuk memadukan potensi pertanian dan
kuliner lokal melalui Pempek Ubi, yaitu pempek yang menggunakan ubi sebagai bahan dasar dan
ikan sardencis sebagai sumber protein yang lebih murah. Inovasi ini bukan sekadar modifikasi
resep tradisional, tetapi merupakan bagian dari strategi hilirisasi produk pertanian untuk
menghasilkan pangan yang lebih murah, sehat, dan dapat diproduksi oleh masyarakat lokal
dengan modal rendah.
Pempek Ubi hadir sebagai solusi alternatif di tengah gejolak ekonomi dan ketidakstabilan
harga pangan. Produk ini tidak hanya mempertahankan kekhasan rasa pempek yang digemari
masyarakat Bangka Belitung, tetapi juga memberikan manfaat ganda: meningkatkan nilai
tambah komoditas pertanian lokal dan menciptakan produk pangan berkualitas dengan harga
lebih terjangkau. Dengan demikian, inovasi Pempek Ubi berpotensi menjadi penggerak ekonomi baru yang mendorong kemandirian pangan, membuka peluang UMKM, serta memperkuat
ketahanan pangan daerah.
Inovasi Pempek Ubi dapat dianalisis menggunakan beberapa konsep dalam manajemen
inovasi yang relevan untuk memahami bagaimana sebuah produk baru dapat muncul, diterima
masyarakat, dan memberikan nilai manfaat yang lebih baik dibandingkan produk sebelumnya.
Pertama, inovasi ini dapat dilihat dari inovasi produk, yaitu perubahan atau
pengembangan suatu barang agar memiliki keunggulan tertentu. Pempek Ubi merupakan hasil
inovasi karena memadukan ubi sebagai bahan dasar yang lebih murah dan mudah diperoleh
dengan ikan sardencis yang harganya lebih terjangkau dibandingkan ikan pempek pada
umumnya. Modifikasi ini menghasilkan produk baru yang memiliki cita rasa berbeda tetapi tetap
mempertahankan karakter utama pempek, sehingga konsumen tidak merasa asing.
Kedua, inovasi Pempek Ubi juga mencerminkan konsep hilirisasi produk pertanian, yaitu
proses mengolah bahan baku pertanian menjadi barang dengan nilai tambah yang lebih tinggi.
Ubi yang selama ini hanya dijual sebagai komoditas mentah kini diolah menjadi produk kuliner
khas, sehingga nilai ekonominya meningkat. Melalui hilirisasi ini, petani memperoleh peluang
baru karena produk olahan ubi dapat memiliki pasar yang lebih luas dan harga jual yang lebih
stabil dibandingkan bahan mentah.



