TPPO di Myanmar
TopBabel.com – Sebanyak 75 warga Kepulauan Bangka Belitung (Babel) yang menjadi korban jaringan gelap Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar dijadwalkan untuk kembali menginjakkan kaki di tanah air antara tanggal 17 hingga 19 Maret 2025. Kepulangan ini merupakan bagian dari langkah strategis pemerintah dalam membebaskan warganya.
Dalam rangka memperlancar proses repatriasi ini, DPRD Babel telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 150 juta, dana yang secara khusus diperuntukkan bagi biaya penerbangan dari Jakarta menuju Bangka Belitung. Sementara itu, ongkos perjalanan dari Myanmar ke Jakarta sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah pusat sebagai wujud komitmen dalam melindungi hak-hak warga negara.
Ketua DPRD Babel, Didit Srigusjaya, menegaskan bahwa setibanya di Indonesia, para korban tidak serta-merta dapat kembali ke kediaman masing-masing. Mereka terlebih dahulu akan menjalani proses pemeriksaan secara menyeluruh oleh otoritas berwenang guna memastikan bahwa mereka benar-benar korban, bukan individu yang memiliki keterlibatan dalam aktivitas ilegal selama berada di Myanmar.
“Kami harus memastikan bahwa mereka benar-benar korban eksploitasi, bukan bagian dari jaringan pelaku. Kami tidak ingin ada celah hukum yang memungkinkan sindikat kejahatan ini terus beroperasi tanpa hambatan,” ujar Didit dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di ruang Banggar Kantor DPRD Babel pada Senin (10/3/2025).
Lebih lanjut, Didit menyoroti bahwa keterbatasan lapangan pekerjaan di Bangka Belitung menjadi salah satu faktor utama yang mendorong warga setempat untuk mencari peluang di luar negeri, sering kali tanpa menyadari risiko yang mengintai. Menurutnya, masalah ini perlu segera mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah guna mencegah peristiwa serupa terulang kembali di masa mendatang.
Sebagai langkah konkret, DPRD Babel berencana menggelar pertemuan dengan Penjabat (Pj) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung untuk membahas secara lebih rinci mengenai mekanisme pembiayaan kepulangan para korban dari Jakarta ke daerah asal mereka.
“Kami akan memastikan bahwa dana yang dibutuhkan tersedia sehingga kepulangan mereka dapat berjalan lancar tanpa hambatan. Tidak boleh ada satu pun korban yang tertinggal atau mengalami kesulitan dalam perjalanan kembali ke Bangka Belitung,” tegasnya.
Diharapkan, melalui sinergi berbagai pihak dalam menangani kasus ini, para korban dapat segera berkumpul kembali dengan keluarga mereka. Selain itu, dukungan psikososial yang memadai juga diperlukan guna membantu mereka memulihkan diri dari pengalaman traumatis yang mereka alami selama berada di luar negeri. (*)